Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Grafiti Travel, 1-DAY TRIP SUKABUMI



Ada 3 hal mendasar *taela !* yang akhirnya membulatkan niat untuk keliling Sukabumi;
  • Pertama.  Gegaranya lihat liputan wisata kuliner sehari Kota Sukabumi di salah satu televisi.  
  • Kedua, pengen nyobain naik kereta Pangrango jurusan Bogor - Sukabumi setelah jurusan ini sempat divakumkan beberapa saat.   Walau jarak tempuh Bogor - Sukabumi hanya 57Km, ngga beda jauh dengan jarak Bogor - Jakarta yang 60Km itu, tapi waktu tempuhnya lebih edan.  Bisa sampe 5 jam hanya untuk one-way ! Lupakan rencana bolak-balik Bogor-Sukabumi-Bogor dalam sehari. Alamat bete to the max !  Jika baca atau dengar tentang kemacetannya, seolah  permasalahannya lebih ruwet dari soal Fisika atau matematika Calculus.  Tak terurai, ga tahu solusinya seperti apa dan entah kapan beresnya.
  • Dan alasan terakhir.  Udah lama banget ngga bepergian sama sepupu gw, Aci and Tia.  Mereka ini kakak adik, anaknya Om gw dari pihak Nyokap.  When we were kids, we used to play together.  Jaman kecil dulu, kalo libur sekolah, pada sering nginep di rumah en diajak jalan sama Nyokap.  Jadi ceritanya pengen ngulang lagi kebersamaan.  Dari beberapa kali kesempatan ngumpul, cuma sebatas omongan dan keinginan untuk jalan bareng.  So I think this is the best time. Ditunda lagi, alamat ga pergi-pergi ^_^
Ki-Ka: Aci, Gw, Tia
Nunggu kereta di peron Stasiun Kereta Paledang, Bogor

Alhamdulillah ajakan gw disambut baik.  Setelah kita semua pegang exit permit dari pasangan baru hunting tiket.  Jika perjalanan dilakukan lebih dari 24 jam sebelum waktu keberangkatan maka tiket kereta Pangrango bisa dibeli online.  Namun jika kurang, tiket harus dibeli di peron dalam hal ini di Stasiun Kereta Paledang Bogor.  Lokasinya di seberang stasiun commuter line Taman Topi.

Harga tiket ekonomi sebesar 20ribu per orang dan 50ribu per tiket untuk Kelas Eksekutif.  Lagi-lagi karena faktor penasaran, gw usul perginya pagi ekonomi dan pulangnya baru pake Kelas Eksekutif. Alasan gw, kalo pagi, hawa masih segar jadi rasanya belum perlulah pake AC.  Karena kalo di Eksekutif udah pasti ber-AC.  Hits 2 birds with one stone.  Dengan begitu, punya pengalaman naik gerbong Ekonomi dan Eksekutif dalam sekali waktu ^_^

   
Penampakan Kereta Pangrango Kelas Ekonomi 
on-the-way Sukabumikosong ajah !


Begitu masuk ke Kelas Ekonomi di hari H, perkirakaan gw meleset.  Kelas Ekonomi sama juga dinginnya karena gerbong dilengkapi AC.  Dan yang bikin agak bengong, gerbong yang kami naiki nyaris kosong.  Mungkin karena hari kerja, ya ?  Yang pernah saya dengar, kabarnya kereta ini banyak peminatnya di kala akhir pekan. Karcis kereta bisa sold out dari semenjak hari Kamis.   

Bisa dianggap, kereta hanya dinaiki oleh orang-orang gak ada kerjaan kayak kita bertiga aja nih. Yang lain sibuk kerja, kita malah keliaran hihihi.  Total penumpang gerbong kami pagi itu nggak nyampe sepuluh orang.  Serasa gerbong keretanya punya sendiri!

Sampe ada temen yang komentar, "Mau ngapain lo ke Sukabumi?  Emang ada apaan di sana?" Manakala tahu rencana jalan-jalan ke kota yang letaknya kira-kira di ketinggian 600MDPL, justru itu yang pengen dicari tahu.  Yang jelas, tujuan utama kami adalah untuk kulineran saja.  We didn't put a high expectation after all.


Si Pinky, our ride for the day around the city

Tepat 07.55 kereta lepas meninggalkan Paledang, Bogor.  Kita berasumsi sendiri, kira-kira perjalanan sekitar 1 jam, maksimal 1,5 jam.  Jika pukul 9 tiba di Sukabumi, maka kita bisa sarapan Bubur Ayam Bunut yang sohor itu.

Mirip prakiraan gerbong Ekonomi yang kita pikir tak ber-AC, begitu juga dengan waktu perjalanan. Entah karena mesin kereta adalah diesel atau entah hal lain, kereta jalannya pelaaannnn banget. Setelah melewati delapan stasiun, akhirnya kami tiba juga di Sukabumi.  Dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 siang.  

Pupus sudah keinginan untuk sarapan bubur karena cacing-cacing di perut sudah berteriak minta lebih dibanding hanya semangkok bubur ayam.  Konyolnya, kita bertiga buta sama sekali tentang Sukabumi.  Jadi kalo pake acara tanya-tanya rute ke lokasi yang sudah kami rencanakan, bisa dipastikan bakal makan waktu.




Dari kami menjejakkan kami ke luar pintu stasiun, sudah banyak kerumunan orang-orang menawarkan mobil carteran.  Namun tak kami gubris.  Rasanya tidak nyaman, begitu turun langsung ditodong seperti itu.  Kami sengaja berjalan perlahan keluar stasiun dan ketika kami bertanya pada supir angkot yang sedang ngetem di muka stasiun, kami dihampiri oleh seorang bapak yang kemudian menawarkan jasa carteran.  

Mungkin dari cara dia menawarkan jasanya, kami pun memutuskan untuk memakai kendaraannya.  Pak Rudi demkian dia memperkenalkan diri.  Pekerjaan aslinya adalah supir angkot, namun dengan adanya kereta Pangrango ini dan trend wisata kuliner ke kota Sukabumi, Pak Rudi melihat peluang baru.  Dengan angkot warna pinknya (iyess, pink bok ), dia memilih untuk lebih sering menyewakan angkotnya sebagai mobil sewaan bagi para pendatang,  Terutamanya pelancong seperti kami bertiga ini.  

Asiknya nih, selain informatif dan ramah, Pak Rudi tahu semua destinasi kuliner yummy Kota Sukabumi.  Beliau juga komunikatif, malah memberikan saran, tempat-tempat mana yang baik untuk dikunjungi.  


Nasi Ungu
Dari penjelasan beliau, kami jadi tahu jika Bubur Bunut ternyata letaknya tidak berjauhan dengan Rumah Makan Mamih Ungu yang kami tetapkan sebagai tempat makan siang.



Pelataran parkir RM. Mamih Ungu


Selain warna angkot yang atraktif, gw pikir bakal disuguhi interior serba ungu di RM. Mamih Ungu ini.  Ternyata interiornya wajar aja.  Yang ungu itu warna nasinya yang diberi warna asli dari ubi ungu.  Rasa nasinya sendiri mirip nasi uduk.  Rasanya ?  Lekker joooo !  Atau karena gw lapar, ya ?


 Paket Nasi Ungu


Selain Paket Nasi Ungu yang terdiri dari ayam goreng, tahu-tempe goreng, sambel dan sayuran.  Ada pula paket Nasi Ungu Spesial.  Yang ini mirip paket Nasi Ungu dengan tambahan urap plus sambel goreng hati.  Sama enaknya.


Paket Nasi Ungu Spesial, ada tambahan urap dan sambel goreng kentang 


Namanya paket jadi minuman teh hangat diberikan heratis.   Cuma Tia aja yang pesan semacam smoothie pake crumble Oreo.  Dan kami cukup surprise lihat billnya.  2 paket Nasi Ungu, 1 paket Nasi Ungu Spesial plus smoothie gak nyampe 100ribu rupiah.  O ye!

Usai makan, matahari tepat berada di puncaknya.  Hampir waktunya shalat Zuhur.  Ketika kami minta Pak Rudi untuk mencari mesjid terdekat, beliau menawarkan Mesjid Raya Sukabumi yang terletak di alun-alun.

Dari pengalaman mengunjungi kota-kota kecil, alun-alun itu identik dengan pusat kota.  Tawaran yang sayang untuk dilewatkan.


Bagian dalam Mesjid Raya Sukabumi


Tak lama kami menjejakkan kaki di mesjid, azan pun berkumandang.  Mesjid yang tadinya lengang, langsung diramaikan oleh jamaah.  Dari tempat wanita kami bisa leluasa memandang ke arah shaf depan yang dipenuhi oleh jamaah pria nyaris mendekati batas area shalat wanita.

Saya tengok ke belakang, tempat wanita juga penuh.   Isinya tidak melulu orang dewasa.  Anak sekolah juga banyak.  An interesting view.


Foto dulu di halaman Mesjid Raya


 Kubah Mesjid Raya Sukabumi


Ternyata alun-alun yang dimaksud Pak Rudi tepat berada di halaman depan mesjid.  Maka walau matahari terik tepat di atas kepala, foto-foto teteub dilakonin.  Apalagi saat lihat ada barisan huruf yang membentuk kata "alun-alun", sel-sel narsis pun bereaksi ^_^





Sentra Oleh-oleh
Makan sudah, shalat sudah lalu ?  Waktunya beli oleh-oleh.  Menurut Pak Rudi, oleh-oleh paling ngehits se-Sukabumi itu adalah mochi.  Kue yang aslinya dari Tanah Tiongkok entah kenapa bisa diklaim sebagai buah tangan khas Sukabumi.

Oleh Pak Rudi kami dibawa ke Jl. Kaswari, sentra oleh-oleh mochi Sukabumi.  Suasana Jl. Kaswari ini somehow mengingatkan saya akan Jl. Pathuk di Jogjakarta.  Banyak gang, hampir setiap rumah membuat penganan ini hingga menjadikannya sebagai home industri.  Tapi dari semuanya, yang paling terkenal adalah mochi Lampion.

Kalau melihat dari penampakannya, kita langsung menyimpulkan bahwa pemiliknya adalah orang Tionghoa.  Ternyata, bukan jreng, yang punya penduduk asli Sukabumi.  Jiaahh, salah melulu ya dari tadi hihihihi.

Di salah satu ruas jalan menuju tempat mochi, Pak Rudi menunjuk sebuah rumah dan berkata, "Itu rumah orang tuanya Desi Ratnasari."  Penting ngga siy ?  (^_^).  Rupanya si artis masih jadi sosok iconic kota Sukabumi.

Motor gerobak mengangkut bahan baku mochi


Bagian depan toko Mochi Kaswari

Ada banyak rasa mochi yang diproduksi.  Mulai yang isiannya coklat, keju, kacang merah, duren, kacang tanah hingga strawberry.  Dari semuanya, yang cocok sama lidah saya cuma rasa original alias kacang tanah.  Selebihnya lewat ^_^

Inovasi lainnya adalah es krim mochi.  Kulit luar dengan filler es krim, begitulah kira-kira.  Sepupuku Aci beli satu, penasaran pengen tahu rasanya seperti apa.  Cuma keras euy, ngga bisa langsung dimakan.  Harus nunggu lembek dulu.  Rasanya ?  So so lah.

Kotak deretan mochi dalam lemari kaca


Ngga cuma mochi, dijual pula kue-kue lainnya


Kalo ngga suka mochi, ada tempat oleh-oleh lain yaitu Sehi.  Tokonya kecil dan terletak di Jl. Pemuda.  Tidak banyak yang dijual di sini.  Namun kabarnya termasuk yang sering didatangi terutama bagi pelancong yang suka makanan kriuk-kriuk karena toko ini menyediakan berbagai jenis kripik.

Yang khas dari Sehi ini adalah kripik singkong. Tersedia aneka rasa kripik singkong; mulai dari rasa keju, kripik singkong gurih manis, kripik singkong gurih pedas, kripik singkong manis dan tentunya kripik singkong rasa original.




 Us and si Pinky

Selabintana
Ini merupakan tempat wisata yang umurnya udah banyak alias udah lama banget.  Waktu kecil, Bokap pernah ngajak kita sekeluarga ke sini.  Kalo bangunan di Selabintan ini bisa ngomong, mungkin mirip dengar cerita sejarah.  Too many family spent their time visiting this place.

Sayangnya di saat kami ke sana, lokasi ini ditutup karena dipakai sebagai tempat latihan gabungan oleh Angkatan Bersenjata.  Akhirnya oleh Pak Rudi, si Pinky dibelokkan ke tempat yang namanya SMS Selabintana.  Namanya lucu ya ?

Selain ada penyewaan kuda berikut istalnya, di sini ada mini flying fox dan flying fox untuk orang dewasa.  Other than that, nothing special.

Untuk hal-hal seperti atraksi seperti ini, Sukabumi memang belum bisa menyediakan banyak.  Still, it is good to know.


Istal kuda di SMS Selabintana




Sentra Jajanan Jl. Martadinata
Waktu pulang masih sekitar dua jam lagi.  Mau ngapain ?  Rasanya mati gaya.  Yang ada, malah berasa rada-rada lapar (lagi ?!).  Paket Nasi Ayam Ungunya lari ke mana, Neng?

Atas arahan Pak Rudi, kami disarankan ke Jl. Laks. RE. Martadinata.  Katanya sih, ini sentra jajanan. Bener juga, satu deret itu terlihat kios aneka makanan.  Ga heran banyak jajanan karena di ruas sebelah satunya berdiri sekolah Mardi Yuana.  Salah satu sekolah swasta paling top sekota Sukabumi.


Pusat jajanan Jl. Laks. RE. Martadinata Sukabumi


Di sini saya memesan batagor.  Agak terheran-heran, manakala pesanan dihidangkan.  Kok ada aroma ketimun ?  Emangnya batagor pake ketimun ?  Nah, begitulah batagor versi Sukabumi.

Saat kembali ke tempat di mana si Pinky parkir, ada pinky-pinky lainnya turut parkir.  Masih atas penuturan Pak Rudi, angkot-angkot berwarna atraktif itu rata-rata membawa pelancong sepert kami-kami ini.  Rupanya, sudah jadi semacam praktek baku di mana Jl. RE. Martadianata ini jadi destinasi terakhir para supir mobil carteran sebelum membawa wisatawan kembali ke stasiun.


Batagor pake ketimun


Back Home
Jadwal pulang sudah tiba.  Kereta akan meninggalkan Sukabumi pukul 15:45.  Dua puluh menit sebelum keberangkatan, kami sudah duduk manis di lobby stasiun yang dioperasikan semenjak tahun 1882.  Gilak, kuno juga ya ?


Potret versi pulang 


Dari awal kedatangan, sebetulnya kita bertiga udah ngincer pengen foto di bawah tulisan Sukabumi. Tapi niat itu baru terealisasikan ketika kami akan pulang.  Minta tolong salah satu petugas peron untuk mengabadikan kami di bawah tulisan hasil karya hampir 2 abad yang lalu.


Biar afdol, foto juga di bawah tulisan Sukabumi yang dibuat dari tahun 1882


Aroma kekunoan juga kental terasa di ruangan kerja petugas stasiun.  Ngga tahu nama persisnya apa, tapi dalam ruangan berkaca itu terlihat tuas-tuas yang fungsinya mengatur jalur kereta.  Walaupun para petugas stasiun nampak ramah, namun saya minta ijin terlebih dahulu sebelum mengambil gambar.




Berdasarkan literatur sejarah yang saya baca, alasan Belanda membangun stasiun di Sukabumi adalah untuk membawa hasil bumi seperti teh dari perkebunan yang banyak terdapat di Sukabumi ke Batavia.  Nah, kalo dulu aja udah begitu, kenapa sekarang tidak diterapkan policy yang sama ya? Kalau pun tidak menghilangkan kemacetan akses Bogor - Sukabumi, minimal mengurangi lah. Mungkin jalur kereta adalah salah satu hal peninggalan penjajah yang harus kita sukuri.


Tuas-tuas langsir jalur kereta yang umurnya lebih dari 2 abad


Well, itu dia cerita perjalanan sehari saya ke Sukabumi.  Dengan jalan-jalan, ternyata kita bisa belajar banyak.  Mungkin kali lain, saya akan ajak anak-anak for them to feel the experience and learn as much as I am.

======

Bagi yang perlu, Pak Rudi bisa dihubungi di 085775701911.
Tarif mobil carteran untuk keperluan wisata 1-hari = Rp 150.000 per Juli 2015.


Post a Comment for "Grafiti Travel, 1-DAY TRIP SUKABUMI"