Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Grafiti Culinary, Devris, Foodism Malam Kota Bogor


Salah satu hobi yang masih setia gw and Suami Ganteng lakonin dari jaman PDKT dulu hingga sekarang adalah....nongkrong cari makanan malam !  Karena sebelum nikah tinggal di Jakarta, maka tempat nongkrong malem mulai dari Bubur Ayam Cikini, Nasi Uduk Gondangdia, Roti Bakar Edi hingga sekitaran Pasar Benhil adalah spot-spot tempat makan malam hari yang sering jadi langganan kita berdua.

Bedanya, kalo dulu cuma berdua, sekarang berkembang biak menjadi berempat.  Alhasil, anak-anak jadi seneng pada nongkrong juga.  Hah, orang tua macam apa ini ? *gaya sinetron* xixixixixi.

The good thing of bring along the children to street food hawker is introducing them that delicious food is not lies in place, but the taste.  Most importantly is your heart.  Kalo hati gak seneng, mau seperti apa pun makanannya, tetep aja berasa gak enak.  Sebetulnya ini salah satu cara kami menyiasati kebiasaan anak-anak yang awalnya cenderung picky alias pemilih.  Sekaligus memberikan pemahaman dan sudut pandang tentang mengapresiasi makanan sebagai karunia Ilahi.  Tidak selamanya makanan enak itu adanya di tempat nyaman seperti restoran.  Sesekali coba juga makanan kaki lima.

So yes, food is some kind of art.  Melibatkan semua panca indra; mata, penciuman, lidah bahkan hati.

Jadi selain mengenalkan mereka pada tempat-tempat jajanan enak 'siang hari', maka kami kenalkan juga pada jajanan kaki lima 'malam hari'.

Baca juga 5 Mie Ayam Enak di Bogor


Tukang jual buah-buahan juga ada kok

Adalah Devris yang sekarang jadi tempat favorit kami untuk tongkrongan malam.  Inget banget, dapet nama ini karena pada suatu malam gw pengen bangen makan bubur ayam.  Kalo masih tinggal di Jakarta, tinggal cuss ke Cikini atau Bubur Ayam Sukabumi.  Nah, masalah ketika baru pindah ke Bogor, bingung nyarinya.  Dari hasil bertanya-tanya, akhirnya direkomen sama sepupu ke sini aja.  

Lokasinya masih di sekitaran tengah Kota Hujan, tepatnya di Jl. Veteran atau lurusan Jembatan Merah ke arah Gunung Batu, dekat Stasiun Kereta Bogor.  Lepas Maghrib, ketika lampu-lampu toko di sepanjang Jembatan Merah mulai menyala, para pedagang kaki lima ini pun mulai ramai memarkir gerobaknya.  Rupanya sudah terjadi mutualisme yang harmonis yang terjalin begitu lama antara pemilik toko yang bagian emperannya dipakai sebagai lapak para street food hawker ini karena setiap pedagang sudah punya plot lokasi masing-masing.

Oh iya, selain dikenal sebagai sentra jajanan malam, Devris juga terkenal sebagai pusat penjualan batu akik Kota Bogor.  Tapi aktivitas jual-beli batu yang sempat nge-hits ini hanya ramai di siang hari.  Jika malam, toko pun tutup.


Doclang Kupat Tahu


Apa yang ramai dijual di Devris ini ?  Variasi makanan tidak banyak.  Jenis makanan didominasi oleh bubur ayam, nasi goreng, sate ayam khas Maduran, berbagai jenis kudapan "malam" seperti aneka martabak, kue pukis dan kue putu.  Tapi yang khas adalah Doclang.


Behind the scene-nya tukang doclang


Doclang, apaan tuh ?  
Buat yang belum tahu bahkan belum pernah coba, jadi Doclang ini salah satu makanan khas Kota Bogor.  Yup, konon makanan ini cuma ada di Bogor.  Dari cerita orang-orang tua, mulanya hanya lontong disiram bumbu kacang aja.  Sederhana banget ya ?  

Lama-lama berinovasi maka mulailah tampilan Doclang seperti sekarang ini; ditambahkan irisan tahu goreng, kentang rebus berikut telur rebus dan awuran kerupuk, bawang goreng plus kecap.  
Rasanya ?  Cobain aja sendiri, hehehehe.

Suka pedas ?  Tinggal tambahin sambel.

Yang khas dari Doclang adalah lontong dibungkus oleh daun patat yang lebar-lebar itu.  Dan kuah kacangnya halusss banget.  Nggak tahu bumbu atau rempah apa aja yang dimasukkan ke situ, poko'e endeusss alias maknyuss !

Sebetulnya tidak ada ketentuan bahwasanya si Doclang ini harus dikonsumsi malam hari.  Sebab Doclang juga sering dijadikan sebagai pengganjal perut kala pagi alias sarapan.  Dan ngga ada yang tahu sejarahnya hingga si Doclang ini dijadikan signature dish-nya Devris.


Kesibukan tukang doclang


Jejeran pelanggan doclang


Beberapa kali ke Devris, mau hari biasa terlebih akhir pekan, nggak pernah sepi.  Walau cuma duduk di bangku kayu atau bangku plastik, yang mau beli sabar menanti.  Tidak sedikit yang take away alias bungkus.  Iseng suatu waktu gw tanya sama si Ibu penjual, dia bilang bisa jual sampe seratus bungkus lontong sehari.  Wuiiihh !


Doclang - @ IDR 10K


Penampakan kerupuk yang mirip bantal


Walau jenis makanan yang dijual nggak macem-macem banget, tapi kita sekeluarga selalu balik lagi ke Devris.  Selain kangen sama Doclangnya, harga makanan yang ramah untuk kantong, pedagangnya juga baik hati.  Kalo makan di tempat, kita -eh tepatnya gw dink- minta ekstra kuah kacang atau kerupuk, dilayani dengan senyum.  Kalo yang ini pembelinya ngga tahu diri xixixixi

Devris ini ramainya dari waktu lepas Maghrib hingga sekitar pukul 2 dini hari.  Nah, jika kebetulan lagi main-main ke Bogor dan malemnya kelaperan, inget aja Devris !

Siapa tahu kita nggak sengaja bisa ketemuan di sana ^_^


Bubur ayam @ IDR 10K 






Sate Ayam Madura - 1 porsinya IDR 15K


Martabak


Aneka donat dan pukis




Post a Comment for "Grafiti Culinary, Devris, Foodism Malam Kota Bogor"