Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Grafiti Travel, Destinasi Wajib Liburan Korea Selatan - Bagian 2



Gerimis salju di Mount Seoraksan, batal ke Gwonggeumsung Fortress 

Setelah bermalam di Sokcho, tujuan selanjutanya adalah Taman Nasional Gunung Sorak.  Oiya, kami diinapkan di The Class 300 Hotel dan mendapatkan kamar dengan pemandangan menghadap ke laut.  Ternyata pantai di kawasan Sokcho ini termasuk salah satu lokasi favorit shooting drama juga.

Selain dikenal akan pantainya, best thing to do di sini adalah menikmati hidangan lautnya -terutama ikan dan cumi- seperti yang sudah kami santap tadi malam.  Untuk makanan yang sempat saya cicipi, Insya Allah rencananya akan saya tulis terpisah walau sebagian sudah sempat saya tulis tipis-tipis  di siniCusslah dibaca ??


Ki: Pemandangan dari kamar.  Jalanan lebar nan lengang.
Ka: Saya di depan The Class 300 Hotel, Sokcho
Kembali ke Sokcho.  Meskipun kawasan pantai, jangan berharap cuacanya sebagaimana Bali ya gaesss, mengingat secara geografis letak Korea bukan di garis khatulistiwa hehehe.  Dengan suhu udara rata-rata di bawah 10? di bulan Maret bisa disebut gak ramah buat kita-kita yang terbiasa digarang matahari.   Wait March?  Now is December!  Iyaaa, semalas itu saiah menuliss ??

Gegara urusan cuaca ini, saya dan teman-teman serombongan punya ritual baru selama perjalanan.  Tiap pagi cek wheather status di smart phone.  Hari ini cuacanya bakal berapa derajat.  Apakah bakal dingin terus atau menghangat, pake ditambah hujan atau nggak.  Di Jakarta, mana pernah kek gini.  Urusannya cuma dua; hujan atau nggak.  Kalau pun hujan, ada ojek payung hehehe.  Aaah, kucinta sangat endonesah! 


Seperti pagi itu, begitu melangkah keluar hotel, langsung disergap hawa dingin musim semi rasa winter.  Ditambah lagi dengan angin yang kencang, wess dingin maksimal!  Mungkin karena hal itu maka jarang terlihat orang lalu-lalang.  Jalan raya Sokcho pun lengang kendaraan.  Padahal jalanan di sini kondisinya lebar dan bagus lho.  Bahkan untuk daerah luar kota semacam Sokcho pun sama baiknya dengan jalanan di kota besar macam Seoul.  Saking lengangnya, saya sampai mikir, ini ada orangnya atau ngga?  hehehe.

Saya yang awalnya berniat strolling around sekitaran hotel, memutuskan untuk kembali masuk dalam hotel.  Lebih baik menghangatkan diri di lobby hotel sambil menanti bis serta teman-teman lainnya.

Mount Sorak as a background
Ternyata travel time dari Sokcho ke Mount Sorak hanya sekitar satu jam.  Secara daerah, keduanya berada di provinsi yang sama yaitu Gangwond-do.  Bedanya, Sokcho pantai sedang Sorak daerah daratan tinggi.

Antara faktor cuaca atau masih relatif pagi, hanya terlihat beberapa kendaraan pengunjung saat tiba di lokasi.  Selain bis besar yang kami pakai, sisanya adalah mobil dan kendaraan tanggung.  Mirip kemarin, hari itu pun matahari masih belum menampakkan diri.  Suhunya malah lebih rendah dibanding Sokcho.  Sampai-sampai saat bicara seperti keluar asap dari mulut.  Dinginnya?  Jangan ditanya!  Di saat itulah saya merasakan manfaat lain dari berhijab.  Alih-alih topi atau ear puff untuk menghangatkan kepala, kerudung sudah menggantikan fungsi semua itu ??

BTW, ngapain juga bela-belain ke gunung ditengah cuaca yang nggak bersahabat, memangnya ada atraksi turis apa?

Selain menawarkan pemandangan alam, ada dua landmark di Mount Sorak yaitu kuil Shinheungsa dan Gwongeumseong Fortress.  Keduanya merupakan situs sejarah nasional Korea Selatan.

Wefie dulu ^_^

Coffee shop!  Unfortunately, they closed ??
Gwongeumseong Fortress adalah reruntuhan kastil yang konon dibangun oleh dua orang jendral bermarga Kim dan Gwon di era Raja Goryeo ke-23 (918 - 1393).  Tak heran jika bangunan yang mulanya diperuntukan guan menghindari peperangan ini, dikenal juga sebagai "kerajaan Kim-Gwon".

Uniknya, kastil ini terletak di puncak Gunung Seoraksan.  Bagi para pencinta hiking, kastil dapat dicapai dengan berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar satu jam.  Namun harus esktra hati-hati mengingat kondisi track yang lumayan menantang karena faktor jalanan yang licin, bertebing dan tidak berpagar.  Untuk memudahkan para pengujung maka sudah tersedia cable car yang beroperasi mulai waktu 06.30 pagi waktu setempat dan akan datang silih berganti setiap 7 menit sekali.

Mendengar uraian Anna, our Korean tour guide, saya excited pake banget.  Sudah terbayang naik cable car hingga ketinggian 1.200 mdpl disuguhi panorama Seoraksan yang putih diselimuti salju bukan pengalaman yang biasa; melainkan ruaaarrr biasa.

Walaupun, lanjut Anna lagi, landscape tercantik di titik ini adalah saat pergantian musim, dimana hamparan hutan dipenuhi oleh warna-warni dedaunan.  Ga pa-palah batin saya; kapan lagi naik cable car ke salah satu puncak gunung tertinggi di Korea Selatan?

Manusia berencana, Tuhan yang menentukan.  Kondisi cuaca yang buruk saat kami di lokasi; turun salju, membuat perjalanan menggunakan cable car tidak dapat terpenuhi.  Padahal rombongan sudah dalam posisi menunggu; siap naik ke atas.  Walaupun salju yang turun tak seberapa, namun situasi di puncak gunung tidak demikian.  Pihak pengelola tempat wisata tidak mau mengambil risiko.  Untuk sementara, akses ke atas ditutup hingga cuaca mengijinkan.

Wajah-wajah kecewa pun hanya bisa menatap puncak Seoraksan dari kejauhan yang pagi itu memang lebih mirip gunung kapur kombinasi kabut dan salju yang menutupi punggung gunung.
Foto group dengan latar belakang pohon red pinus
Masih (mencoba) gaya dibawah rintik salju ??

Sinheungsa Temple 

Selain reruntuhan kastil, di area taman nasional ini dapat ditemukan Grand Bronze Budha statue.  Sebuah patung Budha dengan tinggi 18 meter yang dibangun pada abad 18.  Patung ini merupakan simbol perdamaian dan Korea bersatu karena ternyata secara geografis, Seoraksan berada di satu provinsi.  Namun harus terbagi menjadi dua dan masuk dalam wilayah Korea Selatan saat Negeri Ginseng memilih jalan politiknya masing-masing.  Sedih ya jika terpecah-belah, makanya bersatu terus NKRI!  #eh

Bagi pengunjung yang memilih berjalan kaki menuju lokasi kastil maka akan menemukan "harta karun" lainnya yaitu kuil kuno Budha.  Salah satu trek yang banyak "dijual" pada wisatawan adalah jalur Sinheungsa Temple.  Keren nih pastinya.

Dan lagi-lagi karena alasan cuaca yang tak mendukung, rombongan tidak dapat mengunjungi kuil yang konon sudah berdiri dari abad ke-7!

Jadi tuh ya, walaupun sudah memasuki musim semi, tapi kondisi di Taman Nasional Seoraksan ini masih winter walau tipis-tipis.  Masih terlihat salju yang belum mencair.  Banyak pepohonan yang hanya ranting tanpa daun.  Saya ngga bisa bayangin jika sesungguhnya musim dingin di sini.  Mana jauh dari pemukiman.  Bagaimana para biksu -terutama di jaman dulu- yang mendiami kuil-kuil di lerang gunung itu bertahan hidup terlebih dalam cuaca yang ekstrim?  Ternyata ada rahasia lho.  

Untuk menjaga stamina dan menyambung hidup, konon para biksu mengonsumsi kulit batang pohon pinus merah.  Do you see above photo group in front of the red pine?  That's the tree I am talking about.

Khasiat pinus merah yang sudah terbukti dari masa ke masa kini dioptimalkan oleh Bangsa Korea sebagai suplemen walaupun pamornya di luar Korea tidak sehits ginseng.  Insya Allah tema ini akan saya tulis terpisah sebagai rangkaian South Korea The Series yaahh! #bulatkan niat menulis ??

Namsan Tower 

Masih gak jauh-jauh dengan ketinggian, destinasi wajib liburan Korea Selatan yang patut dikunjungi adalah Namsan Tower atau N Seoul Tower or Seoul Tower.

Bagi yang suka melototin drakor, pasti sudah familiar dengan bentuk bangunannya.  Saking sering banget nongol entah sebagai lokasi shooting atau sekedar zoom out dari kejauhan.  Ibarat Monas di Jakarta, maka Namsan Tower bisa dibilang landmarknya Seoul.

Jika Monas sarat histori sejarah Indonesia, hingga menyimpan rekaman suara Soekarno saat pembacaan proklamasi.  Maka Namsan Tower merupakan bangunan menara radio yang menjadi tempat sight seeing dilengkapi aneka restoran.

Sebagai data teknis, tepat di kota Seoul, menara setinggi 236 m ini berada di atas Bukit Namsan yang letaknya 479 mdpl.  Jadi jika kita naik hingga ke atas menara, maka posisinya kira-kira 600 mdpl.  Bagaimana kira-kira suhu di luar ruangan pada ketinggian tersebut?  Nyengir kedinginan hehehe

Uniknya menara ini, mereka mempunyai toilet di atas ketinggian dengan ruangan full kaca.  Jadi sambil p*e, kita akan disuguhi landscape Kota Seoul.  Berani?

Foto bareng Lisa

Sayangnya rombongan kami tiba di malam hari.  It was a very windy night.  Walaupun beroperasi hingga almost until mid night, saya udah ga interest untuk naik.  It must be colder than down here.  Lelah campur muka beku ternyata bukan kombinasi yang bagus untuk eksplore tempat no matter how interesting it is.  Atau saya aja yang sudah malas?

Bahkan rasa penasaran akan pagar Namsan Tower yang dipenuhi love pad lock pun mendadak lenyap dibekukan oleh sergapan angin yang menderu di Bukit Namsan malam itu.

Praktis hanya ambil beberapa foto diri dengan latar belakang Namsan Tower.  Sisanya menikmati Seoul city view dari ketinggian.  Jika siang menara ini nampak sebagaimana pada umumnya, namun tidak saat malam hari.  Aneka warna lampu yang menerangi N Tower membuatnya nampak lebih cantik pada malam hari.





City view from the top.  The beauty of sparkling Seoul
.
.

Bagian 1

Bagian 3

Baca rangkaian jalan-jalan di South Korea The Series


Post a Comment for "Grafiti Travel, Destinasi Wajib Liburan Korea Selatan - Bagian 2"